Komunikasi Keluargaku
Bismillahirrahmaanirrahiim..
Saya masih punya kendala dalam melarang anak saya, Nara untuk melakukan
sesuatu. Terkadang masih ada kata ‘jangan’ yang mencerminkan bahwa saya tidak
menginginkan Nara melakukan hal tersebut.
Menurut poin C dalam komunikasi produktif dengan anak, kita semestinya
mengatakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan agar output nya bagus ke anak kita sebagai
gaya komunikasi yang baik. Dan poin inilah yang masih menjadi PR saya dalam
berkomunikasi dengan Nara.
Contohnya di hari ini tanggal 1 Juni 2017, terdapat beberapa hal yang Nara
lakukan dan saya tidak ingin ia melakukannya, untuk kebaikannya. Alhamdulillah
saya berhasil menggunakan kalimat produktif.
Selepas sahur, Nara menggosok hidungnya dengan kencang karena gatal. Saya
bisa saja mengatakan “Jangan garuk kencang-kencang atuh”, namun saya mencoba memilih
“Gatal ya? Kalau digaruk kencang-kencang nanti sakit hidungnya. Pelan-pelan
aja ya. Kayak gini..” (Sambil saya contohkan mnggosok perlahan.)
...
Yang kedua selepas shubuh. Nara melihat ada earphone dan handphone Undanya
di kasur. Seketika Nara ambil lalu mencolokkan earphone tersebut ke HP, lalu dicopot lagi, dicolokkan lagi,
berulang kali, beberapa kali. Saya melihatnya langsung otomatis,
“Jangan dilepas
pasang sayang nanti rusak.”
Ups, saya kelupaan lagi, saya malah mengutarakan apa yang tidak saya
inginkan, bukan apa yang saya inginkan. Akhirnya saya koreksi,
“Kalau bolak-balik dilepas pasang earphone
nya, nanti rusak. Cukup satu kali aja ya, Nara maunya dilepas atau dipasang?”
“Dipasang aja.”
“Yaudah kita pasang ya.. Begini aja yaa..” J
Alhamdulillah Nara paham dan langsung mengikuti arahan saya; saya
menginginkan earphone tersebut cukup
dipasang satu kali saja, tidak bolak-balik. Karena ketika saya bilang ‘jangan’
tadi diawal, Nara cenderung sengaja untuk melakukannya lagi. Tapi ketika saya
beri penjelasan dengan kalimat produktif, ia otomatis memahaminya dengan baik.
...
Yang terakhir di siang hari ketika Nara sedang asyik bermain dengan saya.
Tiba-tiba Nara 'pupup' di popoknya, lalu saya memintanya untuk ke kamar mandi
bersama saya untuk dibersihkan. Tapi Nara bilang,
“Nggak mau nyanya mau main aja.”
“Lho kok gitu? Unda mau main sama Nara tapi sesudah kita bersihin pupnya ya.”
“Nggak mau mau main aja.”
“Iya sayang nanti sesudah bersihin pup, kita main lagi. Tapi bersihin
pupnya dulu, ya?”
Jeda 1 menit tidak ada jawaban.. Akhirnya Nara membuka celananya sendiri
dan mengajak saya ke kamar mandi. ^^
Hmm ternyata asik juga yaa berkomunikasi produktif :D
.....
Komunikasi produktif dengan Suami.
Saya dan suami sebenarnya satu tipe. Kami memiliki sifat yang cenderung
sama. Tapi, biasanya badmood datang disaat
yang berbeda, jadi salah satunya bisa mengajak bicara lalu menyelesaikan
bumbu-bumbu cinta kami hehe
Tapi tantangannya, (bukan ‘masalah’ tapi ‘tantangan’ hehe) ketika kami
dilanda badmood yang berbarengan,
nggak ada yang mau menghampiri malah saling minta dihampiri. hehehe
Jadi saya rasa poin penting yang saya dan suami harus pelajari terlebih
dahulu adalah yang ketiga, yaitu Kaidah
7-38-55.
“Dimana komunikasi yang terkait
dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude), aspek verbal (kata-kata) itu
hanya 7% memberikan dampak pada
hasil komunikasi. Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi
adalah intonasi suara (38%) dan
bahasa tubuh (55%)” – Albert Mehrabian.
Ketika mood sedang terguncang, kata-kata masih bisa kita keluarkan dengan
bahasa yang baik. Tapi intonasi dan bahasa tubuh biasanya tidak bisa berbohong.
Maka ketika mood keduanya sedang
tidak beres, kami harus rileks agar emosi mereda dan nalar bisa berfungsi
dengan baik.
Sepulang sholat Subuh di mesjid, Suami saya cukup lelah karena hari kemarinnya,
tanggal 30 Mei cukup sibuk dan pulang agak larut. Saya ingin minta tolong suami
saya untuk mengisi konten di Instagram bisnis kerudung kami, karena sudah dua
hari kosong, tidak ada posts untuk
dibagikan ke followers. Saya coba
gunakan bahasa, intonasi dan bahasa tubuh yang menyenangkan agar dapat diterima
dengan baik oleh suami saya yang sedang lelah itu.
(Sambil merangkul suami) “Yah, nanti jangan lupa post konten di Instagram tea yaa,
belum ada postingan baru lagi nih, supaya nggak sepi. Hehe”
Saya selalu
berusaha hati-hati agar ia tidak merasa ‘diperintah’ oleh saya.
“Oke, tapi ayah tidur dulu yaa. Sebentaaar aja biar fresh. Pasti dikerjain kok kan hari ini full dirumah.”
Sempat kecewa, karena saya ingin semuanya dikerjakan pada saat itu juga supaya
nggak mundur lagi waktunya. Tapi saya berusaha memahami bahwa suami saya kalau
lagi super lelah memang harus tidur dulu sejenak, baru bisa fokus bekerja
setelahnya. (FoE suami)
Dan respon suami saya atas permintaan saya pun menyenangkan, ia menjawabnya
sambil membelai rambut saya untuk mendapatkan pengertian dari saya. Yaaa akhirnya
luluh juga deeeh hihi
Akhirnya saya melanjutkan pekejaan yang bisa saya lakukan; pekerjaan bagian saya, dan
tidur belakangan karena saya tipenya nggak bisa tidur kalau ada hutang ‘kerjaan’
hehe (FoE saya)
Setelah suami bangun, barulah kami lanjutkan bekerja berdua. J
Semoga selalu istiqomah berkomunikasi produktif bersama keluarga
tersayang.. Aamiin
Salam Ibu Profesional,
Prita Annisa Utami
#level1
#Day1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
No comments:
Post a Comment