Komunikasi Keluargaku
Bismillah saya ingin berlatih dengan poin “Memberi pilihan” dalam
berkomunikasi produktif dengan anak
saya, Nara.
Hari ini, tanggal 30 Mei 2017 pagi hari, hal pertama yang saya coba latih
adalah ketika meminta tolong Nara untuk membereskan kerudung-kerudung yang ia
buat main yang bergeletakan di lantai. Berhubung lemari sedang di cat, saya
menggunakan boks dan keranjang juga meja untuk sementara menaruh kerudung-kerudung,
yang tentu dengan mudah Nara menjangkaunya.
“Nara, kalau kerudung yang ini mau ditaruh dimana? Di boks atau meja?”
Ternyata dia memilih memasukannya ke keranjang yang sudah penuh kerudung. Tidak
apa-apa, artinya tidak akan bergeletakan di lantai lagi. Alhamdulillah dia
menurutinya dengan gembira tanpa merasa “bete” dimintai tolong J (Terkadang kalau saya lagi nggak fokus saya bisa
pakai kalimat perintah yang membuat Nara malah “bete” dan sengaja untuk
membiarkannya berantakan)
Selanjutnya ada beberapa mainan juga yang sudah tergeletak di lantai. Ketika
Nara selesai dengan kerudungnya, saya meminta tolong ia menaruh mainannya,
biasanya saya akan bertanya mau ditaruh di keranjang atau trolley mainannya? Tapi
berhubung trolley mainannya berada dekat dengan kami, maka saya menawarkan ia
untuk menaruhnya disana, ternyata Nara memasukan semua mainan yang tergeletak ke
dalam trolley nya. Alhamdulillaahh.. ^^
Dan ketika meminta tolong, saya pun memberi pilihan, mainan yang mana yang
akan ia masukkan duluan, supaya sambil bermain juga.
*Sebenarnya terdapat poin KISS juga dalam kegiatan saya meminta tolong kepada Nara diatas (setelah meminta tolong membereskan kerudung, baru pindah ke mainannya), namun itu tidak menjadi fokus saya saat ini karena saya dan suami cenderung sering bahkan selalu menerapkan ini supaya anak tidak bingung ketika diberi arahan/perintah.
*Sebenarnya terdapat poin KISS juga dalam kegiatan saya meminta tolong kepada Nara diatas (setelah meminta tolong membereskan kerudung, baru pindah ke mainannya), namun itu tidak menjadi fokus saya saat ini karena saya dan suami cenderung sering bahkan selalu menerapkan ini supaya anak tidak bingung ketika diberi arahan/perintah.
.....
Masih di tanggal yang sama, pada siang harinya. Ketika saya ingin meminta Nara untuk tidur. Awalnya, “Nara, bobo yuk.”
Masih di tanggal yang sama, pada siang harinya. Ketika saya ingin meminta Nara untuk tidur. Awalnya, “Nara, bobo yuk.”
“Nyanya ngga mau bobo.”
Oh, iya biasanya kalau saya ngajak begini dia cenderung nggak mau, dan
endingnya saya gendong dia ke kamar untuk mengajak tidur hihi Tapi tetap dengan cara dan intonasi yang lembut.
Hmm akhirnya coba pakai komunikasi produktif dengan merubah kalimatnya.
“Nara mau bobo sambil minum susu madu atau nggak usah minum susu?”
“Nyanya mau susu madu.”
Naah, biasanya kalau sudah minum susu, dia otomatis ke kasur karena saatnya
tidur.
Alhamdulillah tidur siang tanpa drama dulu. J
.....
Komunikasi produktif yang kedua bersama suami.
Saya coba menggunakan 7-38-55, dalam berkomunikasi produktif dengan suami saya
hari ini. Mengingat kami sering merasa salah paham karena nada bicara dan juga
bahasa tubuh.
Kebetulan, kemarin tanggal 29 Mei, terjadi perbedaan dengan suami saya.
Tidak begitu signifikan, tapi saya sebagai istri sangat merasakannya. Saya
tanya pada suami saya, “Ayah kenapa?” “Nggak apa-apa.”
Oh, oke mungkin dia sedang capek saja pikir saya, karena seharian itu dia
memang cukup sibuk.
Esok paginya tanggal 30 Mei, saya tanya lagi. Namun jawabannya masih sama, tidak
ada apa-apa katanya. Hmm aneh, padahal saya sudah menggunakan kata yang baik
dan intonasi yang lembut, namun masih saja sama responnya.
Sampai akhirnya pukul 9 pagi saya coba ulangi bertanya dengan kata-kata
yang baik, intonasi yang lembut ditambah dengan bahasa tubuh yang menyenangkan.
Sambil membelai rambutnya, memeluknya untuk membuat ia nyaman, saya bertanya, “Ayah
kenapa? Unda perhatiin dari kemarin ada yang beda. Ada yang salah dari Unda?
Coba ayah cerita atuh yaa..”
Perlahan semua mengalir dari suami saya, disitu saya pun dituntut untuk
menggunakan nalar daripada emosi. Inhale, Exhale. Ini untuk perubahan yang
lebih baik.
Suami saya menginginkan rumah yang rapi, ketika saya selesai memasak, kalau
bisa jangan ada yang kotor. Bisa di lap terlebih dahulu, baru tinggalkan dapur
dan kerjakan yang lain. Saya pun menjelaskan bahwa pada saat itu Nara sedang
ingin ditemani bermain, maka saya tinggalkan dapur dalam keadaan berantakan
untuk menemani Nara. Ditambah, kondisi suami saya yang sedang sangat lelah pada
saat itu.
Frame of Reference Suami: Ia terbiasa dengan situasi sangat bersih karena
ia pernah bekerja di bagian dapur, bagian pastry; dimana kebersihan dapur
sangat dijaga ketat.
Maka saya harus memahami betul suami saya.
Frame of Experience Saya: Ketika anak sudah meminta ditemani, saya akan
tinggalkan kegiatan apapun itu walaupun dalam keadaan belum ‘selesai’.
Maka kami berusaha menyatukan keduanya, akhirnya didapat kesimpulan.
Jika Nara minta ditemani, boleh meninggalkan cucian piring misalnya, asal
piring-piring ditumpuk dengan rapi, tidak asal. Dan kalau bisa noda-noda minyak
atau apapun yang berceceran, dan terlalu kotor, segera di lap sebisanya.
Mungkin tidak akan menghabiskan waktu lama untuk melakukannya.
Akhirnya kami pun berpelukan dan saling meminta maaf. Dan segala kritik dan
saran lainnya pun ikut mengalir demi perbaikan kami kedepannya. J
Bismillah.. Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi..
Salam Ibu Profesional,
Prita Annisa Utami
#level1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Nara membereskan kerudung
Nara membereskan mainan
![]() |
Nara sebelum tidur siang |